
BERITABLORA.ID, BLORA – Di bawah sorot lampu GOR Mustika Blora, Jumat malam (20/06/2025), ratusan pasang mata terpaku gelaran Turnamen Voli Kapolres Cup 2025.
Suara peluit wasit baru saja memecah keheningan, membuka babak baru dalam laga paling ditunggu: Kecamatan Todanan vs Kecamatan Ngawen.
Tapi tak ada yang menyangka, malam yang dimulai dengan penuh harapan dan sorak-sorai itu akan berakhir dalam diam dan kecewa.
Pertandingan perempat final Turnamen Voli Kapolres Cup 2025 itu bukan sembarang laga. Ini adalah perang bintang.
Todanan datang dengan kekuatan penuh: Mahfud yang eksplosif, Kevin Sanjaya yang lincah, dan Sigit Bayu si penyelamat bola.
Di sisi lain, Ngawen bukan tim yang mudah ditaklukkan. Mereka mengandalkan pukulan-pukulan maut dari Aji Maulana, Dimas Saputra, Reyval Deho, Iyan Toper, hingga Dwi Ari.
Arena pun jadi medan tempur dua kekuatan besar.Ketegangan sudah terasa sejak set pertama. Ngawen memimpin tipis 25-22, tapi Todanan tak tinggal diam—mereka membalas di set kedua dengan 25-23.
Set ketiga jadi milik Ngawen lagi, 25-19. Dan di sinilah semuanya memanas. Set keempat jadi harapan terakhir bagi Todanan. Mereka harus menang untuk menyelamatkan nyawa pertandingan.
Skor menunjukkan 19-19. Atmosfer kian mendidih. Smes keras dari pemain Ngawen meluncur cepat ke sisi lapangan. Wasit meniup peluit: bola dinyatakan masuk, poin untuk Ngawen.
Tapi di kubu seberang, ledakan emosi tak terbendung.Para pemain dan ofisial Todanan berdiri. Suara protes menggelegar, tangan menunjuk garis lapangan, mata dipenuhi ketidakpercayaan. “Keluar!” teriak mereka—yakin bahwa keputusan wasit keliru. Tapi peluit tak ditarik kembali.
Titik balik itu menjadi luka.Dan saat semua mengira Todanan akan terus bertarung, satu keputusan mengejutkan diambil: mereka memilih pergi.
Seluruh pemain Todanan keluar dari lapangan, satu per satu, meninggalkan net, penonton, dan pertandingan. Bukan karena kalah, tetapi karena merasa keadilan telah dikhianati.
Penonton terdiam. Sorakan berubah jadi bisikan. Beberapa berdiri, tak percaya apa yang dilihat. GOR Mustika yang sebelumnya penuh semangat kini sunyi dalam ketegangan emosional.
Di titik di mana sejarah seharusnya dibuat, justru tercatat luka.
Todanan menyerah bukan karena kalah, tetapi karena merasa dicurangi. Dan Ngawen, dengan hasil walk-out itu, melangkah ke semifinal bukan lewat pertempuran terakhir, tapi melalui kekosongan lawan.